Cerita dalam jeritan malam
Apa kau melihat aku yang malam ini tidur sendiri disini, tak seperti hari kemarin yang kita lakukan bersama-sama. Sebelum tidur tak jarang kita melakukan aktifitas pertengkaran terlebih dulu. Setiap gerak-gerik yang kita lakukan selalu bersama-sama, bahkan baju kita juga terkadang sama. Hanya sifat kita saja yang tak sama. Kau yang penyabar dan selalu diam apabila aku menyakitimu atau menjahilimu, sedangkan Aku yang selalu sensitif apabila aku tak senang dengan tingkahmu. Dan beberapa jam setelah itu kita bisa berbaikan kembali. Bahkan kau memelukku, kau juga paling bisa mengambil hatiku dengan segala bujuk rayumu, karena kau sendiri juga tahu kelemahanmu. Yang penakut itu, takut akan gelap dan takut akan api itulah kau. Bahkan disaat kau disuruh menghidupkan obat bakar saja kau selalu menolak, disaat itu pasti kau membutuhkan pertolonganku. Semua yang kau lakukan itu layaknya seperti kau yang dulu kau yang kusebut dan ku panggil seorang "kakak".
Ku ingin berbicara banyak tentang kita disini, mungkin tak kali ini aku berbicara denganmu melainkan dengan alat yang sudah modern ini, yang dahulu kita tak pernah berfikir untuk bisa melihat apalagi untuk membeli. Yah tapi inilah dia rezeki yang diberikan orang tua kita. Ku ingin bebicara banyak tentang kau dan aku disini untuk sekedar mengobati rasa-rasa rindu ini. Mungkin karena tempat tidur ini terlalu sepi untuk kuteduhi.
Kau ingat bangunan yang menjadi tempat persinggahan kita dulu, tempat kita tumbuh, tempat dimana kita melakukan aktitas-aktifitas kita dulu. Kau pasti juga ingat mengenai sebuah tangga yang ada dibelakang bangunan tersebut. Sebuah bangunan yang disebut loteng, yang betanggakan kayu dan papan, kurang lebih memiliki 15 anak tangga dan apabila hujan datang anak-anak tangga itu terlihat licin bahkan terasa kumuh. Tangga itu tidak seperti bangunaan-bangunan yang mereka miliki, sebuah tangga yang semestinya berada didalam sebuah bangunan. Tapi inilah bangunan ini, sebuah bangunan yang penuh dengan sejarah besar bagi kehidupan kita, keluarga kita. Bangunan itu yang kita sebut sebagai Istana kita. Kau juga ingatkan tangga itu mempunyai arti yang sangat bernilai lebih bagi kita berdua, mungkin saat ini aku berbincang tentang sebuah tangga rasanya agak sedikit konyol dan tak ada sama sekali seni dari kata menariknya. Tapi yaa itulah istana kami dulu. Walau Istana itu sekarang tak seperti dulu, istana itu sudah mengalami perombakkan jaman. Bahkan sekarang kita telah mendapatkan istana baru, jauh dari kata layak.
Aku masih ingat, ketika itu sekitar pukul 15.00 WIB, sore itu hujan sangat lebat, angin pun sangat kencang berhembus. Ketika kita berada diatas loteng rumah kita, seperti yang tadi aku katakan loteng itu memiliki sebuah tangga. Saat itu kau dan aku harus bergegas pergi, kau harus pergi mengaji dan sedangkan aku saat yang bersamaan ingin mengikiuti jejakmu untuk mendaftarkan diri mengikuti kau mengaji. Oh ya umur kita saat itu sekitar kurang lebih 9 atau 10 Tahun. Hujan yang lebat dan angin kecang itu tidak mengurungkan niat kita. Kemudian kita harus bergegas keluar dengan menurunkan setiap anak tangga di luar bangunan itu, ditemani dengan payung loreng yang satu-satuya kita punya, itu pun payung undian berhadiah yang didapatkan Ayah. Kemudian kita pun melangkahkan kedua kaki kita untuk turun kebawah, ketika kita menyusuri bangian ke-3 anak tangga tersebut kita tergelincir. Semua kejadian itu terasa begitu cepat, aku sempat melihatmu meraih tangganku, sedangkan saat itu aku juga tak bisa mengatasi diriku sendiri yang menyusulmu jatuh didasar tangga. Tak beberapa lama kemudian aku tersentak bangun dan sedangkan kau masih terbaring disampingku lemah tak berdaya, mungkin kau terbentur dari sisi-sisi anak tangga itu. Ditemani hujan yang kala itu sangat lebat dan tak ada saat itu satu orang yang mendengar ketakutanku melihat kau, melihat kau terdiam kaku, betapa panik dan takutnya aku saat itu. Ku sedikit memukul-mukul pipimu tapi tak juga ada getaran dari tubuhmu.
Tak beberapa lama kemudian Ayah datang menghampiri kita dengan muka yang panik, lalu ayah menggotongmu kekamar, dengan menaiki anak tangga itu kembali. Sedangkan aku berjalan keatas dengan merintih kesakitan, menahan setiap benturan-benturan dibadanku. Dan kemudian ibu pun menyusul dan mengganti pakaian kita. Betapa aku melihat kecemasan diwajah ibu, melihat kita berdua berbaring dikasur. Tak beberapa lama kemudian kau pun sadar, kemudian kau terbangun dan tersentak, kau menannyakan “kenapa aku dan kok gak jadi pergi mengaji?” Haaa tak taunya kau ini, aku yang dari tadi khawatir melihatmu dan kau hanya tersenyum saat aku menceritakan itu semua. Betapa ingin ku menjambak rambut hitam lebatmu itu, tapi saat itu ada ibu jadi aku enggan memberanikan diri untuk melakukan itu terhadapmu. Saat itu kita memang masih teramat kecil. Tapi sikap yang kau tunjukkan dulu, kau melihatkan sikap ke kakak-an itu. Kau selalu mengalah dalam segala hal demi aku. Apalagi setiap temanmu yang baru ku kenal kemudian kau kenalkan kepadaku karena kau berkata temanmu adalah temanku dan temanku juga temanmu, disitu juga aku memahami arti itu hingga sekarang. Dan sampai sekarang temanmu yang dulu kau kenalkan padaku masih menjadi teman baikku.
Sungguh saat kejadian itu, aku merasakan ketakutan yang luar biasa terhadapmu, bukan karena kesakitan dari benturan-benturan itu tapi ketakutan aku tak bisa bertengkar lagi bersamamu, ketakutan ku tak bisa bermain lagi denganmu. Kemarin memang aku sempat merasakan kehilanganmu dan kali ini aku benar-benar kehilanganmu. Kau menutup matamu ketika petang itu tiba seketika aku pulang sekolah, ku melihatmu terdiam terbujur kaku. Diiringi hujan yang kala itu menghantarkan firasat burukku terhadapmu. Musibah itu sudah terjadi sekitar 8 tahun silam. Sekarang setiap aku tertidur, bahkan terbangun pun tak ada suara pertengkaran kita lagi, tak acara tukar menukar baju lagi, tak ada orang yang menyuruhku itu ini. Tapi itulah kenyataan, tak ada yang bisa ditawar lagi, sekalipun kau sangat menyanginya.
Sungguh ku ingin memelukmu dan ingin bercerita banyak sebelum aku tertidur lelap. Sekarang aku telah dewasa, banyak hal yang ingin kucurhatkan padamu. Banyak hal yang menjadi beban fikiranku saat ini, terkadang aku merasakan lelah. Karena ku tak sanggup menahan ini sendirian. Hanya sembah dan sujud yang bisa membantu setiap malam-malamku.Tapi itulah kenyataan yang setiap manusia dan aku harus menerima itu. Aku memang harus menerima itu dengan keikhlasan. Karena ku yakin jauh kau disana, kau merasakan kebahagian dan ketenangan. Jauh merasakan segala kebahagian yang tak pernah kau dapatkan dari masa kecilmu. Pergilah dengan tenang disana dan tunggu aku suatu saat nanti dengan persinggahan yang baru, istana yang baru tanpa segala pertengkaran-pertengkaran itu lagi.
Kehidupan kita pasti memiliki perjalanan dan pelajaran yang harus kita cerna dan kita pahami. Tinggal bagaimana kita mensyukuri apa yang berada didekat kita sekarang. Dan tetap menerima bahwa kehidupan tak selamanya ada didepan kita, mungkin ketika kau tak mendapatkan kesempatan untuk esok hari mengatakan sesuatu yang ingin kau katakan, maka semua yang datang hanya penyesalan. Sayangi mereka yang sekarang berada disisimu dan jangan biarkan mereka menutup mata tanpa mereka tahu bahwa kau ingin mengatakan sesuatu yang harus mereka dengar dari mulutmu sendiri. AKU SAYANG KAMU :)*